Senin, 18 Oktober 2010

PENGALIHFUNGSIAN RUMAH BAGONJONG

               Rumah Gadang merupakan salah satu dari 33 rumah adat yang ada di Indonesia. Bangunan multifungsi kebanggaan masyarakat Minangkabau yang memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah bagian atap yang berbentuk tanduk kerbau berbahan ijuk. Hal inilah yang menyebabkan mengapa orang juga sering menyebut rumah gadang sebagai rumah bagonjong Semua bagian dari bangunan ini mengandung makna tersirat yang tidak sembarang orang bisa memahaminya. Bangunan anggun ini melambangkan kedamaian bagi masyarakat penggunanya. Namun seiring perkembangan zaman peranan rumah gadang sudah terabaikan.
               Bangunan yang sebelumnya diperuntukkan sebagai tempat kediaman keluarga, tempat tinggal bersama, tempat bermufakat, tempat melaksanakan upacara, serta tempat merawat keluarga ini, telah berganti peran seiring bertambahnya populasi manusia, yang menyebabkan pengalihfungsian rumah gadang itu sendiri.
               Fokus mengenai peranan rumah gadang, bangunan ini telah kehilangan peranannya terutama dari segi kuantitas. Kita melihat di peradaban yang serba canggih ini jumlah rumah gadang telah terkalahkan oleh berbagai macam rumah modern yang kebarat-baratan, serba praktis, minimalis atau apalah namanya, yang secara tidak langsung telah menambah faktor-faktor penyebab terjadinya global warming yang sangat diantisipasi di zaman sekarang ini.
              Dalam hal ini tidak hanya manusia yang bisa terpengaruh namun bentuk rumah pun telah dipengaruhi oleh budaya barat. Sudah jarang kita melihat rumah gadang berdiri di sisi kiri kanan jalan, namun yang ada hanya bangunan asing yang berdiri dengan gagahnya. Saat ini kita hanya dapat menemukan rumah gadang di beberapa tempat yang telah berganti peran menjadi objek wisata meskipun masih ada secuil dari bangunan ini yang masih berfungsi sebagaimana mestinya.
               Terlepas dari segi kuantitas kita menilai kualitas maupun arsitektur rumah gadang masih tak terkalahkan dari bangunan zaman sekarang. Salah satunya adalah arsitektur rumah gadang yang telah dikonsep sebagai bangunan anti gempa. Hal ini terlihat dari pembangunan tiang-tiang rumah gadang yang mempunya kemiringan tersendiri. Dalam pembangunannya, tiang ini tidak menggunakan paku, melainkan pasak kayu. Hal ini berfungsi untuk membuat bangunan menjadi tahan terhadap gempa. Ikatan tiang-tiang yang ada di rumah gadang akan semakin erat setiap kali diguncang termasuk guncangan gempa. Ini mengingat kawasan Sumbar yang rawan terhadap gempa. Jadi sudah seharusnyalah kalau semua kegiatan masyarakat memang harus berlangsung di rumah gadang terlepas dari peranannya sebagai pusat kegiatan masyarakat Minangkabau.
               Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang telah menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis, sesuai dengan tempat dimana bangunan ini berasal. Atapnya yang lancip berfungsi untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis, sehingga betapapun sifat curahan air hujan akan selalu meluncur cepat pada atapnya. Badan rumah yang membesar ke atas, yang disebut dengan silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang telah dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, keselarasan, dan keseimbangan dalam keutuhannya yang padu.
                Tak salah kalau sebagian orang mengatakan bahwa salah satu falsafah Minangkabau ‘tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan’ tidak berlaku lagi di zaman sekarang ini. Semuanya telah terbukti, salah satunya telah berubahnya peranan rumah gadang menjadi objek wisata. Sangat tidak etis kalau peranan rumah gadang yang sebenarnya sebagai tempat kesehariannya bundo kanduang telah tergantikan manjadi tempat rekreasi yang meskipun secara lahiriah memang berguna untuk mengenal peradaban Minangkabau lebih dalam.
               Namun semua hal ini bergantung kepada kita sebagai motor penggeraknya, apakah kita akan terus melanjutkan hasil perintisan nenek moyang kita terdahulu, atau akan beralih kepada peradaban yang seyogianya telah mendapatkan peringatan langsung dari tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar